Mengapa Amerika? bag.1

Mengapa Amerika?

Alhamdulillah setelah melalui proses yang panjang, sampai juga saya ke Norfolk, Virginia. Minggu depan, perjalanan menggapai PhD di Old Dominion University (ODU) akan kumulai. Banyak yang bertanya kenapa milih ke Amerika untuk studi padahal beasiswanya pas2an. Dari segi keilmuan HI juga masih banyak negara lain yang tak kalah dan beasiswanya jelas lebih besar. Kali ini saya akan menjawab dengan jawaban yang pastinya ditolak oleh komite beasiswa, haha, tapi justru sebenarnya menjadi alasan yang lebih mendasari pilihan saya daripada yang saya tulis di personel statement yang saya cantumkan dalam lamaran beasiswa

1) Salju ada tapi tidak ekstrim
Sudah lama menjanjikan ke sofie dn ibunya bahwa kita akan ke negeri salju. Bagi dosen kayak saya ini, ya tugas belajar adalah pilihan yang paling memungkinkan. Karena itu, pertimbangan ada saljunya atau tidak jadi pertimbangan utama. Tetapi kalau terlalu banyak juga tidak nyaman. Jadi ini yang membuat saya memilih Amerika khususnya ODU. Disini masih ada salju tetapi tidak terlalu ekstrim dan panjang. Biasanya akhir Desember hingga pertengahan Januari. Jadi sekitar seminggu dua minggu saja. Cukup untuk perang salju dan main ice skating. 

2) Pilihan pendidikan untuk anak yang beragam
Sekolah umum/negeri di Amerika sebenarnya tidak bagus-bagus amat bahkan cenderung memburuk. Jadi gimana nanti anak-anak ketika akan tinggal di Amerika selama 4 hingga 5 tahun, tidakkah ingin juga pendidikan yang baik bagi mereka? Pemikiran ini sebenarnya sudah mulai timbul ketika hampir selesai studi di Belanda, dan berencana untuk terus ambil S3. Belanda memiliki pendidikan anak yang sangat bagus. Bahkan saking bagusnya, anak-anak disana disebut sebagai anak yang paling bahagia di dunia. Akan tetapi satu hal yang membuat saya gelisah adalah sekolah itu diwajibkan oleh Negara. Saya gak begitu suka kalau semua diatur dan diwajibkan negara. Saya dan ibunya sofie mempunyai niatan Homeschooling (HS) untuk anak-anak. Atau setidaknya peran kita sebagai orang tua lebih besar dalam pendidikan anak; menentukan kurikulum bahkan mendidiknya. Dari penelusuran kami, Amerika justru menjadi harapan. Kalau dilihat secara umum, memang pendidikan dasar Amerika sebenarnya kalah dengan banyak negara maju. Akan tetapi kalau dilihat dari partisipasi masyarakat dan keluarga, kami menilai justru di Amerika sangat tinggi. Kreativitas dimungkinkan oleh adanya kebebasan bagi warga untuk memilih pendidikan macam apa yang diinginkan. HS berkembang pesat, sekolah berbasis komunitas menjamur. Dalam pendidikan anak, bukan hasil yang jadi prioritas utama kami. Akan tetapi, proses yang partisipatif melibatkan keluarga dan masyarakatlah yang kami idamkan. Bisa jadi sekolah umum nanti yang akan kami pilih, tetapi ketika akhirnya memutuskan HS kami tidak akan khawatir melanggar hukum ataupun kekurangan referensi.

3) Sense of Community
Saya termasuk yang tidak percaya ketika orang dengan mudahnya mengatakan masyarakat Amerika individualis. Justru saya menilai geliat komunitas sangat kentara disana. Hal ini sepertinya dipengaruhi pengalaman saya sebelumnya. Berangkat dari Indonesia dengan negara yang jarang hadir kemudian ke Belanda dengan negara yang begitu mendominasi. Hasrat untuk mencari suatu yang berbeda atau seimbanglah yang mendasari keinginan saya ke Amerika. Komunitas yang hidup dan aktif justru yang saya idamkan.  Suatu saat akan saya ceritakan pengalaman langsung terkait hal ini.

4) Komunitas muslimnya
Terkait hal nomer 3, komunitas muslim Amerika adalah salah satu komunitas yang paling dinamis di dunia. Kebebasan yang tersedia justru memberi ruang bagi komunitas muslim disana untuk terlibat aktif secara sosial dan politik. Zaytuna College sebagai universitas pertama yang didirikan komunitas muslim disana menjadi salah satu penanda dinamika tersebut. Secara pribadi, saya ingin mengambil peran disana dan bukan hanya kuliah ke luar negeri sekedar mencapai kesuksesan akademik. Dan tantangan itu terbuka. Virginia bukanlah negara bagian dengan banyak penduduk muslimnya, justru disini disebut sebagai daerah "Bible belt" yang terkenal masih sangat menjaga nilai-nilai konservatif kristen. Sebagai muslim, saya ingin bisa lebih terlibat dalam masyarakat disini.

Sebagai penutup, saran saya jangan pernah mengikuti poin-poin yang saya sebutkan di atas untuk melamar beasiswa. Jelas akan ditolak :P

Perry Library, 8/24/2014




Komentar

Anonim mengatakan…
Mas Sigit, selamat berjuang dan bersenang-senang :)InshaAllah ada rezeki bisa nyusul ke Amerika. #ngarep.bgt.(Budi Haryanta)
Anissa Syifa Adriana mengatakan…
Mr. Sigit, ini Syifa IR 2010. I am completely amazed by your achievement! Huge congratulations!
in sya Allah bisa menyusul mas Budi
terima kasih syifa, sukses jg untukmu ya

Postingan populer dari blog ini

Menghidupkan Tradisi Skolastik Abad Pertengahan dalam Perkuliahan

Google dan Universitas 2.0