Zaytuna College,
Cetak Generasi Muslim
AS Berkualitas
M. Sigit AR
(dimuat di majalah UMMI edisi Maret 2012)
(dimuat di majalah UMMI edisi Maret 2012)
“Salah satu
permasalahan dakwah di Amerika Serikat adalah sulitnya mencari dai
yang fasih berbahasa Inggris.”
(M
Syamsi Ali, ulama di New York)
Tak banyak yang tahu
bahwa komunitas Muslim Amerika sudah hadir di negeri adidaya ini
selama lebih dari empat generasi. Bahkan, sejarah mencatat, dua dari
tiga kapten kapal yang mengantarkan Columbus menemukan benua Amerika,
adalah Muslim. Martin Alonso Pinzon, Kapten Kapal Pinta, dan
saudaranya, Vicente Yanex Pinzon, Kapten Kapal Nina, masih memiliki
hubungan darah dengan Abuzayan Muhammad III, Sultan Maroko saat itu.
Akan tetapi, masyarakat
AS secara umum masih menganggap Muslim Amerika sebagai sekelompok
orang asing yang tidak mau berasimilasi. Salah satu penyebabnya,
menurut Shaykh Hamza
Yusuf Hanson, pendiri
Zaytuna College, ketika media massa terkemuka mewawancarai tokoh
Muslim dari beberapa masjid
atau Islamic Center, yang
tampil adalah seorang
sepuh yang berbahasa
Inggris dengan aksen asing. Beliau juga menukil penelitian yang
menyebutkan satu dari empat orang pemirsa televisi di AS berhenti
menaruh perhatian ketika mendengar seseorang berbicara dengan aksen
asing yang kental.
Sudah saatnya, tambah
Syaikh Hamza dalam sandala.org, Muslim Amerika memperkuat
lembaga-lembaga keislamannya dengan menghadirkan generasi muda dan
berbakat sebagai juru bicaranya. Mereka, baik dari kalangan imigran
maupun orang asli Amerika dari etnis Afro-Amerika dan Euro-Amerika
yang masuk Islam, diyakininya lebih tepat menjadi representasi Muslim
Amerika. “Beri kesempatan kepada Rush, Bill, Ann, atau yang lain,
untuk menyampaikan pesan Islam,” ujarnya, menyebut nama-nama khas
AS.
Generasi ini, tambah
Syaikh Hamza, juga lebih bisa memahami nilai-nilai budaya mayoritas
masyarakat AS daripada generasi sebelumnya. “Bagaimanapun juga,
Al-Qur’an mengingatkan, ‘Dan Kami tidak mengutus seseorang
rasul pun, melainkan dengan lisan kaumnya, agar dia dapat memberi
penjelasan kepada mereka,' (QS Ibrahim [14]: 4). Perhatikan,
Al-Qur’an menggunakan kata lisan (lidah), bukan
lughah (bahasa), karena lisan mencakup tidak hanya pengetahuan
bahasa tapi juga nuansa dan nilai yang terkandung dalam bahasa
tersebut.”
Hadirnya dai-dai penutur
asli belumlah cukup. Islam tidak akan berakar di sebuah negeri hingga
ia melahirkan ulamanya. Dibutuhkan institusi yang mampu mendidik
generasi muda Muslim Amerika sehingga menguasai khazanah keilmuan
klasik Islam sekaligus menggunakannya sebagai inspirasi perbaikan
kehidupan masyarakat AS kontemporer. Pun generasi muda yang cerdas
dengan karakter terbaik, etika kerja yang kuat, terbuka, dan komitmen
terhadap perbaikan kemanusiaan. Untuk tujuan inilah Zaytuna College,
perguruan tinggi Muslim pertama di AS, didirikan.
MENGAPA PERGURUAN
TINGGI?
Zaytuna College
diresmikan pada 2009 di Berkeley, California, setelah lebih dari 10
tahun melayani komunitas Muslim AS sebagai lembaga pendidikan
nonformal bernama Zaytuna Institute. Pendirinya, Shaykh Hamza Yusuf
Hanson, Imam Zaid Shakir, dan Dr Hatem Bazian.
Mengapa menjadi perguruan
tinggi? Sebab perguruan tinggi merupakan perwujudan peran sentral
Islam dalam kehidupan modern melalui aktivitas pengajaran dan
pertukaran ide. Zaytuna College diniatkan sebagai perguruan tinggi
elit terakreditasi yang akan sejajar dengan universitas lain di Ivy
league (seperti Harvard dan Yale) sekaligus diakui institusi
pendidikan di dunia Muslim, seperti Universitas Al Azhar.
Zaytuna College membuka
dua program Bachelor (setingkat S1) yaitu program Hukum Islam
dan Teologi dan program Bahasa Arab. Persyaratan masuknya cukup
kompetitif, sebagaimana universitas unggulan di Amerika. Calon
mahasiswa diseleksi dengan mempertimbangkan nilai rapor SMA, nilai
tes SAT atau ACT, aktivitas ekstrakurikuler, pernyataan motivasi, dan
rekomendasi.
Bukan hanya aspek
akademik, Zaytuna College juga ingin mendapatkan calon mahasiswa yang
menonjol dalam berbagai aspek kehidupannya. Contohnya Faatimah
Knight,
seorang remaja yang telah menolak beberapa tawaran universitas
terkemuka seperti Universitas Chicago, Smith dan Bard. “Zaytuna
adalah satu-satunya tempat yang akan memberi manfaat bagi kehidupan
saya. Tidak hanya pengetahuan dari buku, saya yakin Zaytuna akan
membangun karakter saya sebagai manusia seutuhnya,” tuturnya.
Keyakinan Faatimah
berlandaskan pada pengetahuannya akan kompetensi dan integritas moral
para pengajar Zaytuna. Menurutnya, ribuan bahkan jutaan pemuda Muslim
menyimak Shaykh Hamza dan Imam Zaid di YouTube maupun secara
langsung. “ Kami ingin cendekiawan Muslim Amerika karena kami
adalah Muslim sekaligus orang Amerika. Hal ini lumrah dan manusiawi,”
tandasnya.
BOX
Kurikulum Unik
Zaytuna College
mengembangkan kurikulum yang unik, yakni menggabungkan metode klasik
dengan pencapaian keilmuan sosial dan kemanusiaan modern. Metode
klasik, yang dilestarikan dalam bentuk penekanan pada hafalan
selektif dan analisis kritis terhadap kitab klasik utama, diringi
penguasaan Bahasa Arab yang baik serta pemahaman terhadap ilmu dan
metodologi keislaman. Mahasiswa juga dibekali dengan fondasi yang
kokoh dalam ilmu sosial, studi sejarah, sastra, filsafat, psikologi
sekaligus ilmu politik serta ekonomi dan sosiologi.
Ilmu-ilmu itu diyakini
pihak Zaytuna College bukanlah hal yang asing dan tidak islami. Sebab
beberapa ilmuwan Muslim klasik terlibat dalam mengembangkan ilmu-ilmu
tersebut.
Selain itu, mahasiswa
juga dididik agar terlibat secara efektif dalam aktivitas pelayanan
masyarakat sekitarnya melalui khutbah dan taklim, memimpin kegiatan,
dan menyediakan konsultasi terutama bagi remaja yang menghadapi
permasalahan.
sumber www.zaytuna.org
Komentar