Menjadi Mahasiswa HI Jenius ala Yahudi Bagian II




1.       Bersandar pada daya ingatmu, dan yakinlah padanya. Budaya akademik modern cenderung menyepelekan hafalan. Bahkan banyak retorika yang menyalahkan sistem pendidikan tradisional yang hanya mengajari menghafal tanpa kemampuan analisis dan kreativitas. Alasan lain adalah informasi sudah tersebar begitu rupa di internet, buat apa menghafal. Tapi bagaimana kita bisa menganalisis dan kreatif kalau tidak cukup stok informasi dalam kepala kita. Orang Yahudi terbiasa terusir dari negerinya, karena itu mereka hanya bisa mengandalkan memorinya karena tidak praktis membawa semua buku atau kitab mereka dalam pelarian mereka. Kisah klasik Imam Alghazali ketika karavannya dirampok juga menunjukkan hal yang sama. Ketika itu Sang Imam mengatakan kepada perampoknya silakan ambil harta tapi jangan kitab-kitabnya karena disanalah pengetahuannya berada. Sang perampok menukas dengan tajam bahwa kalau dia mengambil paksa kitab tersebut berarti dia sudah mengambil pula pengetahuan sang imam. Pernyataan tersebut sangat mengejutkan sang imam. Semenjak itu Sang Imam berusaha dengan keras menghafal kitab2nya karena hanya ilmu dalam memori atau dalam bahasa yang lebih popular di “dalam dada”lah pengetahuan yang benar-benar dimilikinya. Bagaimanapun juga bagi seorang mahasiswa, memori tetaplah yang terpenting ketika ujian closed book :) . Untuk melatih memori silakan klik http://www.youtube.com/watch?v=zpr2oAw9j74

2.       Belajarlah bersama hevrutah. Hevrutah adalah partner dalam belajar. Murid-murid Yahudi biasa dipasangkan untuk meningkatkan efisiensi belajar. Menurut mereka lebih efektif belajar dengan partner daripada sendirian. Mungkin, prinsip inilah yang digunakan dalam komunitas akademik kontemporer melalui mode peer-review untuk menjaga kualitas jurnal-jurnalnya.

3.       Yidiberish, metode yahudi untuk mempelajari bahasa asing. Yidiberish diambil dari istilah Yiddish yaitu bahasa campuran Ibrani dan Deutsch/Jerman. Bangsa Yahudi berdiaspora/terpencar dan terpaksa hidup dalam masyarakat asing yang berbahasa berbeda. Mereka punya kepentingan untuk bisa bercakap dengan bahasa lokal sekaligus tetap mempertahankan bahasa mereka sendiri, ibrani. Karena itu mereka menggunakan cara dengan mencampur bahasa ibrani dengan bahasa lokal. Mereka menyisipkan kosakata asing ke dalam bahasa mereka atau sebaliknya. Jadi teknik yang bisa kita pelajari adalah ketika kita belajar sebuah bahasa asing, kita sisipkan kosakata dari bahasa tersebut ke dalam bahasa yang kita kuasai. Bahasa pada dasarnya adalah kosa kata, dan kemampuan bahasa itu berkembang ketika kita menggunakannya. Dengan metode ini penguasaan kosakata akan bertambah sekaligus langsung digunakan melalui sebuah proses komunikasi. Menurut NewYork times, seseorang cukup mempelajari sekitar 600 kosa kata sebuah bahasa untuk bisa menggunakannya.

4.       Keluarga. Berbeda dengan pola yang umum digunakan saat ini bahwa banyak yang menunda perkawinan dengan alasan demi konsentrasi belajar. Tradisi Yahudi justru mengajarkan bahwa keluarga adalah hal yang sangat penting. Dengan adanya dukungan emosional  dari pasangan, rumah yang penuh cinta justru mendorong keefektifan dalam belajar. Salah satu hal absurd yang pernah saya lakukan adalah menuntut ilmu di negeri yang jauh dengan meninggalkan istri dan anak. Hal yang saya sadari bahwa hal tersebut justru tidak kondusif bagi proses belajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghidupkan Tradisi Skolastik Abad Pertengahan dalam Perkuliahan

Mengapa Amerika? bag.1

Google dan Universitas 2.0