Tradisi Berbagai Negeri Menyambut Ramadan dan Iedul Fitri
Tradisi Berbagai
Negeri Menyambut Ramadhan dan Iedul Fitri
(Colour Middle East-the Magazine of Garuda Indonesia)
Ramadhan
dan Iedul Fitri menjadi momen yang selalu ditunggu oleh keluarga-keluarga
Muslim di seluruh dunia. Di bulan ini, para pria, wanita, dan anak-anak berlomba-lomba memperbanyak ibadah kepada
Allah Swt. Akan tetapi kekayaan tradisi dan pernak-pernik perayaan yang membuat
hari-hari tersebut lebih berwarna dan bermakna.
San Fransisco, Amerika Serikat
Penentuan
tanggal dan bulan dalam kalender Islam menggunakan perhitungan bulan
(qomariyah). Karena itu menjadi penting untuk melihat ada tidaknya bulan baru
(hilal) di akhir Sya’ban. Untuk memastikannya, menjelang satu Ramadhan
pemerintah Muslim atau pemimpin organisasi Islam bersiap melihat hilal. Jika
terlihat, berarti esok hari, bulan suci Ramadhan telah tiba.
Untuk menandai momen ini beberapa
keluarga Muslim memiliki tradisi unik. Salah satunya keluarga Amnah Ibrahim
dari San Fransisco Bay Area. Ibu muda ini bersama keluarga dan teman-temannya
mendaki sebuah bukit di Kampus Cal East State Bay, untuk menunggu kehadiran
hilal. Anak-anak siap sedia dengan
teleskop kertas buatan tangan dan sekeranjang kue piknik. Alunan lagu Ramadan
Moon dari Yusuf Islam menambah semarak petang yang dingin tersebut. Tradisi
ini menjadi aktivitas tahunan yang ditunggu-tunggu oleh banyak keluarga muslim
di Amerika Serikat. Tentu, mereka tidak memulai ibadah Ramadan hanya
berdasarkan observasi mandiri tersebut. Keluarga Amnah akan menunggu pengumuman
resmi dari organisasi terpercaya seperti
ISNA, HilalSighting, Crescent Watch atau Islamic Center terdekat sebelum
memulai puasa keesokan harinya.
Tidak mudah berpuasa di Amerika,
apalagi bagi anak-anak. Demi memotivasi ketiga putri kecilnya, Amnah membuat
sebuah prakarya berupa kalender lucu dengan 30 kantong kecil. Setiap anak-anak berhasil menyelesaikan
puasanya satu hari, mereka boleh membuka satu kantong dan memulai iftar (buka
puasa) dengan memakan gula-gula atau penganan manis di dalamnya.
Hari Ied tiba, rumah pun dihias
dengan pita-pita dan lampu dekorasi sedemikian rupa. Amnah sekeluarga berangkat
pagi-pagi dengan pakaian terbaik mereka untuk menunaikan shalat ied dan
mendengarkan khutbah di Masjid. “Anak-anak sangat bersemangat. Dengan baju
warna warni, masjid seakan berubah jadi lautan warna,” kata Amnah sambil
tertawa. Pengurus Masjid telah menyediakan goody bag berisi buku
mewarnai, balon dan perangkat prakarya untuk anak-anak. Akan tetapi kejutan
lain telah menunggu di rumah, yaitu kado spesial dari Amnah dan suaminya. Sisa
hari itu mereka habiskan dengan berpiknik bersama keluarga dan handai taulan.
Kairo, Mesir
Di
Mesir ada pula tradisi yang unik. Menjelang Ramadhan, Salonas Sami membawa putranya pergi ke toko untuk memilih
sebuah Fanus, lentera tradisional Mesir. Fanus dibuat dari timah atau tembaga,
dihiasi kaca beraneka warna dengan lilin di dalamnya dan mendendangkan sebuah
lagu kuno. “Wahawy ya wahawy, eyaha, wa kaman wahawy, eyaha (selamat datang
sang rembulan), “begitu Sami menirukannya.
Selama bulan Ramadan, Umat Muslim
bangun lebih awal sebelum fajar untuk makan Sahur. Mirip dengan di Indonesia,
seseorang yang disebut sebagai Misaharati berkeliling dengan menggunakan
perangkat perkusi sederhana seperti drum dan menyerukan, “Isha ya nayim, wahhid
al-daym, Ramadan karim (bangunlah wahai manusia, pujilah Tuhan, sambutlah bulan
yang mulia). ”
Waktu
berbuka adalah momen spesial, karenanya warga Kairo selalu menyiapkan sajian
khas. Di antaranya kue tradisional seperti Konafah, Basbousah, dan Katayef yang
sudah dikenal semenjak Dinasti Fatimiyah, Qamar Eldin (jus aprikot), Medamis
(kacang fava), Zabadi (yogurt) dan setoples Torshi Baladi (acar yang
warna-warni) merupakan hidangan wajib bagi warga Kairo.
Dentuman
meriam di kala fajar pertama Bulan Syawal menandai dimulainya tiga hari
festival Ied. Setelah shalat Ied, Sami sekeluarga menumpang sebuah Falukah,
perahu layar tradisional Mesir, menyusuri Sungai Nil untuk kemudian singgah di
kediaman para kerabat. Anak-anak pun
sibuk menghitung uang Eidyah yang didapat dari kakek dan paman-pamannya. “Ied
Mubarak,” ucap Sami kepada setiap orang yang ditemuinya.
Beijing, China
Li
Xan yang berasal dari China Selatan biasa bangun pukul 3 pagi untuk makan
sahur. Setelah menyantap nasi dan sayuran Li bersiap untuk shalat subuh. Ia
mengendarai sepeda listriknya menuju Masjid Niujie, masjid tertua dan terbesar
di Beijing. “Selama Ramadan saya berusaha shalat 5 waktu di masjid,” kata Li.
Puasa
selama 10 jam bukanlah hal yang mudah di tengah udara Beijing yang panas dan
tekanan pekerjaan yang berat.”Hal ini belum seberapa dibanding ujian yang harus
dihadapi saudara-saudara saya di XinJiang. Mereka justru tidak boleh berpuasa
oleh pemerintah setelah terjadi kerusuhan tahun kemarin,” tegas Li.
Warga
muslim Beijing biasa berkumpul bersama di Masjid Niujie atau Masjid Dongsi
untuk berbuka puasa. Li membantu pengurus Masjid Niujie menyediakan sajian
berbuka. Buah semangka dicuci dan dikupas kemudian ditata di sebuah meja
panjang bersama gelas-gelas air, kurma, dan kue manis yue bing yang berisi biji lotus atau kacang merah.
Seruan adzan Muazin berjubah dan bersurban putih di pelataran masjid menandai
selesainya puasa hari ini. Selepas shalat Maghrib, Li biasa mencari Paomo
(sup roti dan daging domba) kesukaannya yang banyak dijual di restoran muslim
di sekitar masjid sebelum kembali lagi untuk shalat Tarawih.
Sebagai
seorang muslim, Li mendapat jatah 1 hari libur kerja pada hari Ied. Li
berangkat pagi-pagi agar memperoleh tempat terdepan di Masjid. Setelah shalat ied, Li berkeliling sebentar
untuk berbagi sedekah dengan orang-orang miskin di sekitar masjid kemudian
pulang dan berkumpul dengan keluarga di rumah. “ Iedul Fitri adalah seperti
tahun barunya Muslim, ini saatnya berbagi dan bergembira.” pungkasnya.
5 Sense-Sound
Saat buka puasa di Kairo ditandai dengan dentuman meriam
tanpa peluru dari empat meriam kuno dari benteng Salahuddin di kawasan
Abbasiyah. Konon kebiasaan ini sudah dilakukan pemerintah Mesir sejak abad XVI.
Inilah saat yang paling ditunggu, dimana umat Muslim bisa kembali makan dan minum
setelah menahan lapar dan haus seharian.
5 Sense-Taste
Di hari Ied, meja-meja makan di Kairo dipenuhi oleh Kahk (kue isi kacang
dan dilapisi gula bubuk), desert Qatayaf
( pancake isi beragam kacang) dan Kanafeh (terbuat dari keju, gandum dan
sirup), Kushari (pasta ala mesir berupa nasi, kacang-kacangan, makaroni dengan
toping saus tomat dan bawang goreng ), dan mahsyi (Zukini atau labu kecil isi
daging dan nasi).
5 Sense-Sight
Sepanjang Ramadan, Fanus yang berkelap-kelip galib terlihat
menghiasi rumah, masjid dan jalanan Kairo. Tidak satupun anak-anak yang keluar
rumah setelah iftar untuk tarawih tanpa menenteng sebuah fanus di
tangannya. Meski fanus murah pabrikan
Cina dengan lampu dan baterei di dalamnya telah membanjiri pasar, fanus
tradisional yang dikerjakan secara manual dan menggunakan penerangan lilin
masih menjadi primadona.
Komentar