Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

To All Muslimah I Love

Prophet (alaihi al-salatu wa al-salam) is reported to have said: “Made beloved to me from your world are women and perfume, and the coolness of my eyes is in prayer.” (Ahmad and An-Nasa ‘i)   Para ulama menyatakan bahwa kecintaan yg dimaksud dlm hadis ini bukanlah dlm artian sensual akan tetapi kualitas batin perempuan. Tuhan membuat Nabi mencintai kualitas batin yg dimiliki oleh perempuan.   Wacana emansipasi peremupuan kontemporer sayangnya hanya berkutat dalam kompetisi duniawi. Ketika kita bersorak bahwa akhirnya perempuan bisa melakukan "dunk" dlm pertandingan basket melawan tim pria, terluput dari kesadaran kita  bhw ada kompetisi yang lebih esensial. Kompetisi internal, "dunia dalam", spiritual lah yg kita lupakan. Saya yakin ketika kita hidup dalam masyarakat yg hanya mengagungkan kompetisi duniawi, justru perempuan lah yg akan selalu menderita. Islam menyatakan bhw keunggulan terpenting justru diperoleh dlm kompetisi spiritu

Kembali ke Esensi Pendidikan Liberal Arts

"The first duty of a university is to teach wisdom, not a trade; character, not technicalities.”  Winston Churchill (1874-1965) Salah satu diskusi dan perdebatan dalam konvensi dosen ilmu hubungan internasional (HI) terakhir adalah terkait gelar kesarjanaan lulusan program studi HI. Apakah perlu gelar kesarjanaan khusus yang membedakannya dengan lulusan yang lain atau tidak. Hal ini didorong salah satunya oleh kebutuhan untuk menunjukkan kompetensi khusus yang dimiliki sehingga strategis dalam memperoleh pekerjaan. Bagi saya hal tersebut bukanlah hal yang esensial.  Saya pribadi sebenarnya tidak terlalu gundah ketika selama ini sulit mencari lowongan pekerjaan di koran edisi akhir pekan yang secara spesifik mencari lulusan HI. Karena bagi saya bukan itu esensi dari pendidikan HI atau pendidikan universitas secara umum. Pendidikan HI khususnya di tingkat sarjana menjadi bagian dari humanities atau ilmu kemanusiaan bersama dengan ilmu politik, filsafat, sastra, sosiolog

Menjadi Mahasiswa HI Jenius ala Yahudi Bagian II

1.        Bersandar pada daya ingatmu, dan yakinlah padanya . Budaya akademik modern cenderung menyepelekan hafalan. Bahkan banyak retorika yang menyalahkan sistem pendidikan tradisional yang hanya mengajari menghafal tanpa kemampuan analisis dan kreativitas. Alasan lain adalah informasi sudah tersebar begitu rupa di internet, buat apa menghafal. Tapi bagaimana kita bisa menganalisis dan kreatif kalau tidak cukup stok informasi dalam kepala kita. Orang Yahudi terbiasa terusir dari negerinya, karena itu mereka hanya bisa mengandalkan memorinya karena tidak praktis membawa semua buku atau kitab mereka dalam pelarian mereka. Kisah klasik Imam Alghazali ketika karavannya dirampok juga menunjukkan hal yang sama. Ketika itu Sang Imam mengatakan kepada perampoknya silakan ambil harta tapi jangan kitab-kitabnya karena disanalah pengetahuannya berada. Sang perampok menukas dengan tajam bahwa kalau dia mengambil paksa kitab tersebut berarti dia sudah mengambil pula pengetahuan sang imam.

Menghidupkan Tradisi Skolastik Abad Pertengahan dalam Perkuliahan

Sudah lama kuliah, tapi kok masih (merasa) bodoh? Seakan-akan tidak ada satupun bidang studi ataupun ketrampilan yang dikuasai dari bangku kuliah. Apakah pertanyaan ini juga muncul di kepala  Anda? Jangan khawatir, ini bukan masalah Anda semata, mereka yang menyandang gelar master dan doktor juga mengalaminya. Banyak lulusan perguruan tinggi yang melupakan hampir semua materi yang pernah dipelajarinya. Gelar, apalagi pascasarjana, menjadi tiket mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi, tak lebih dari itu. Pernahkah Anda perhatikan kebodohan telah menyebar luas? Para cendekiawan dan pemimpin kita berdebat di media, namun mereka tidak mampu menjawab pertanyaan dan menangkis pendapat lawan dengan tepat. Bagaimana perbincangan publik dan rapat dewan terhormat dipenuhi dengan kesalahpahaman konseptual dan pembahasan hal-hal tidak penting.  Padahal berbagai survei menunjukkan bahwa tingkat melek huruf masyarakat kita makin tinggi, sekolah menjamur, dan pameran buku selalu dipadati p

Menjadi mahasiswa HI jenius ala Yahudi (bagian 1)

Menjadi mahasiswa HI jenius ala Yahudi (bagian 1) Diadaptasi dari buku jenaka   Jerome Becomes A Genius, oleh Eran Katz ( http://www.erankatz.net/47282/jerome-info ).   Berikut prinsip-prinsip untuk menjadi mahasiswa jenius   ala Yahudi: P    1. Prinsip imajinasi ; orang Yahudi menyembah Tuhan yang berbeda dengan masyarakat pagan pada jamannya. Tuhan Yahudi tidak dapat dilihat, disentuh, maupun dicium. Bangsa Yahudi mengandalkan imajinasi mereka untuk bisa menyembah Tuhan. Dari sinilah mereka mulai menemukan kekuatan dari imajinasi. Perjalanan sejarah bangsa mereka yang tragis semakin meyakinkan mereka akan kekuatannya. Hanya dengan imajinasilah mereka bisa bertahan dengan kesulitan-kesulitan yang mereka alami. Viktor Frankl, yang dikemudian hari dikenal sebagai seorang ahli psikologi ternama, sudah mulai mengimajinasikan dirinya berdiri di sebuah ruangan kuliah yang megah dengan dihadiri ribuan audien yang antusias menyimak kuliah psikologinya justru ketika dia berada d