penghidupan yang benar_bagian 2
Penghidupan yang benar adalah salah satu dari delapan jalan utama di dalam agama Budha. Sepertinya akan kutemukan disini pemaknaan alternatif terhadap arti kata bekerja. Menurut agama Budha ada tiga fungsi dari bekerja yaitu 1) memberi kesempatan untuk mengembangkan bakatnya 2)agar orang bisa mengatasi egoismenya dengan jalan bergabung dengan orang lain untuk melakukan tugas bersama, dan 3)menghasilkan barang dan jasa yang perlu untuk penghidupan yang layak.
Kutipan dari J. C kumarappa:
“ jika hakikat kerja itu tepat dipahami dan diterapkan, maka hubungannya dengan pikiran dan rasa yang lebih tinggi akan sama seperti hubungan antara pangan dan jasmani. Kerja menyuburkan dan menghidupkan taraf kemanusiaan yang lebih tinggi dan mendorong manusia untuk berusaha mencapai hal yang sebaik-baiknya. Kerja mengarahkan kehendak pribadi ke jalan yang layak dan mengekang sifat-sifat hewani yang ada di dalam manusia dan menyalurkannya melalui saluran yang progresif. Kerja memberikan latar belakang yangmulia bagi manusia untuk memperagakan skala nilai-nilai dan mengembangkan kepribadian.”
Betapa bertolak belakangnya dengan umumnya kerja yang ada. Kerja yang diatur sedemikian hingga kehilangan artinya, dungu, membosankan. Membedakan kerja dengan waktu senggang juga merupakan hal yang sangat berbeda dengan konsep bekerja di atas. Kita merasakan bagaimana bekerja sekeras mungkin agar bisa membiayai enaknya berlibur, untuk membayar masa pensiun. Belum lagi kita bekerja agar kita mampu membayar orang untuk mendidik anak-anak kita sebagai penebus waktu kita yang habis tanpa bersama anak-anak kita.
Betapa kalau kita renungkan begitu banyak hal penting yang kita telah korbankan yang kemudian ujung-ujungnya kita kejar-kejar lagi. Seperti seekor kucing yang mengejar buntutnya. Ingin agar anak kita terdidik tapi kita sendiri menyia-nyiakan kesempatan kita sendiri untuk mendidiknya. Ingin mencapai ketenangan hidup, kebahagiaan, dengan cara bekerja yang penuh tekanan, dan membosankan. Ingin kehidupan yang harmonis dengan tetangga tapi dengan bekerja yang penuh sikut-sikutan.
Lalu bagaimana dengan kondisi kita dimana tidak mudah cari pekerjaan yang seperti itu, bahkan untuk pekerjaan yang membosankan saja setengah mati dicarinya. Kayaknya kita perlu berfikir lebih dalam tentang sistem ekonomi kita. berfikir lebih dalam lagi.
Sedikit meloncat, sebagai seorang muslim,saya bahagia ada muncul pengkajian ekonomi syariah. Tetapi kalau tidak menukik lebih dalam, jangan-jangan hanya berkutat di hal yang sama. Kita hanya utak-utik dimensi teknis tetapi tidak benar-benar mngkaji jiwa ilmu ekonominya. Akhirnya akan sama saja: ilmu ekonomi kita tidak membawa ke sebuah penghidupan yang benar.
Kutipan dari J. C kumarappa:
“ jika hakikat kerja itu tepat dipahami dan diterapkan, maka hubungannya dengan pikiran dan rasa yang lebih tinggi akan sama seperti hubungan antara pangan dan jasmani. Kerja menyuburkan dan menghidupkan taraf kemanusiaan yang lebih tinggi dan mendorong manusia untuk berusaha mencapai hal yang sebaik-baiknya. Kerja mengarahkan kehendak pribadi ke jalan yang layak dan mengekang sifat-sifat hewani yang ada di dalam manusia dan menyalurkannya melalui saluran yang progresif. Kerja memberikan latar belakang yangmulia bagi manusia untuk memperagakan skala nilai-nilai dan mengembangkan kepribadian.”
Betapa bertolak belakangnya dengan umumnya kerja yang ada. Kerja yang diatur sedemikian hingga kehilangan artinya, dungu, membosankan. Membedakan kerja dengan waktu senggang juga merupakan hal yang sangat berbeda dengan konsep bekerja di atas. Kita merasakan bagaimana bekerja sekeras mungkin agar bisa membiayai enaknya berlibur, untuk membayar masa pensiun. Belum lagi kita bekerja agar kita mampu membayar orang untuk mendidik anak-anak kita sebagai penebus waktu kita yang habis tanpa bersama anak-anak kita.
Betapa kalau kita renungkan begitu banyak hal penting yang kita telah korbankan yang kemudian ujung-ujungnya kita kejar-kejar lagi. Seperti seekor kucing yang mengejar buntutnya. Ingin agar anak kita terdidik tapi kita sendiri menyia-nyiakan kesempatan kita sendiri untuk mendidiknya. Ingin mencapai ketenangan hidup, kebahagiaan, dengan cara bekerja yang penuh tekanan, dan membosankan. Ingin kehidupan yang harmonis dengan tetangga tapi dengan bekerja yang penuh sikut-sikutan.
Lalu bagaimana dengan kondisi kita dimana tidak mudah cari pekerjaan yang seperti itu, bahkan untuk pekerjaan yang membosankan saja setengah mati dicarinya. Kayaknya kita perlu berfikir lebih dalam tentang sistem ekonomi kita. berfikir lebih dalam lagi.
Sedikit meloncat, sebagai seorang muslim,saya bahagia ada muncul pengkajian ekonomi syariah. Tetapi kalau tidak menukik lebih dalam, jangan-jangan hanya berkutat di hal yang sama. Kita hanya utak-utik dimensi teknis tetapi tidak benar-benar mngkaji jiwa ilmu ekonominya. Akhirnya akan sama saja: ilmu ekonomi kita tidak membawa ke sebuah penghidupan yang benar.
Komentar