Petani Yeoman dan Renungan Demokrasi Kita

Petani Yeoman dan Renungan Demokrasi Kita

Negeri kaya akan minyak, tetapi rakyat begitu setengah mati untuk mengaksesnya. Mahal dan terkadang langka. Demikian pula dengan barang-barang lain yang menjadi hajat hidup orang banyak. Perusahaan-perusahaan negara diobral sebegitu rupa. Mengapa sistem demokrasi yang kita bangun tidak mampu menghentikan penjarahan ini? Bagaimana sebenarnya membangun masyarakat yang mampu menghadapi fenomena ini?

Ada tiga pilar bagi terciptanya sistem demokrasi yang demokratis dan ideal diharapkan mampu mengantisipasi kondisi yang terjadi pada kita sekarang ini. Yang pertama adalah authority (otoritas). Bahwa orang yang akan terkena dampak sebuah kebijakan harus terlibat dalam memutuskan kebijakan tersebut. Hal ini sudah mulai kita bangun sejak bergulirnya reformasi. Dengan desentralisasi, pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung, maka kita semakin terlibat dalam hal-hal yang akan berpengaruh bagi kehidupan kita. Partisipasi masyarakat juga luar biasa. Tetapi harus kita akui, otoritas kita hanya di atas kertas pemilu. Otoritas kita hanya lima tahun sekali setelah itu kita biarkan orang-orang di dewan sana menentukan nasib kita. Orang-orang yang tidak pernah berkonsultasi dengan kita dalam memutuskan masalah kita. Orang-orang yang sebenarnya tidak pernah kena dampak apapun terhadap keputusan yang mereka ambil, seperti kasus naiknya BBM ini.

Pilar yang kedua adalah responsibility (tanggungjawab), otoritas tanpa tanggungjawab pastilah akan menimbulkan kekacauan. Hal ini yang sementara ini kita lihat dari proses kita belajar berdemokrasi. Pendulum bergoyang ke titik ekstrim yang lain. Dari zaman orde baru bagaimana kewajiban warga menjadi hal nomer satu, kepentingan umum didahulukan berubah menjadi tuntutan hak, fasilitas dan bahkan tidak ada lagi kata kepentingan umum dalam kamus kita. Hal ini bisa kita pahami karena selama ini, kepentingan umum hanya berupa pengejawantahan kepentingan penguasa.

Beberapa resep diajukan, kubu konservatif seperti Michael Novak menekankan pentingnya organisasi sukarela, swadaya masyarakat, keluarga, dan partisipasi masyarakat sebagai wujud kepedulian dan tanggungjawab kita sebagai warga masyarakat. Kubu liberal seperti Amitai Etzioni menekankan komunitas untuk memperkuat nilai-nilai saling menghargai dan nir-kekerasan. Kubu Sosial Konservatif dan komunitarian liberal menyatakan pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hal-hal tersebut akan memperkokoh demokrasi dan pada ujungnya memperkokoh masyarakat itu sendiri.

Otoritas dan tanggungjawab tidak lah cukup tanpa kekuatan dan kepercayaan diri yang kedua hal ini muncul dari adanya kepemilikan kapasitas produksi. Inilah pilar ketiga yaitu capacity (kapasitas) dalam artian kemampuan untuk memproduksi. Thomas Jefferson adalah yang pertama kali menyatakan bahwa demokrasi yang efektif dan stabil terletak pada kukuhnya fondasi berupa tersebarnya kepemilikan kapasitas produksi dalam masyarakat.

Petani Yeoman, yang merupakan figur masyarakat petani ideal dari Jefferson memiliki tanah, perlengkapan, dan pengetahuan untuk mengelola dua hal tersebut (tanah dan perlengkapan). Para petani ini memahami bagaimana sebenarnya kekayaan ekonomi yang dihasilkan yang hal ini membuatnya menjadi warga yang cerdas sekaligus waspada. Kapasitas produktif yang dimilikinya menjadikan masyarakat petani ini mandiri dan tidak rentan terhadap tekanan Pemerintah atau Korporat.

Mungkin hal inilah yang hilang dari kita. Kita telah kehilangan kemampuan untuk mandiri dan tidak lagi memiliki kapasitas produksi yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan kekuatan ekonomi dan politik yang ada. Hampir 85 persen kita bekerja untuk orang lain dan bahkan untuk orang yang tidak tinggal dekat dengan kita.

Saatnya kita berfikir dan mulai membangun kemampuan kita sebagai masyarakat yang mandiri. Sebagai referensi bisa dipelajari di www.ilsr.org dan tulisan tersebut di atas juga bersumber dari sana.

Muhammad Sigit Andhi Rahman

Seorang ayah dari bayi kecil bernama Sofie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghidupkan Tradisi Skolastik Abad Pertengahan dalam Perkuliahan

Mengapa Amerika? bag.1

Google dan Universitas 2.0